Sabtu, 05 September 2015

MAKALAH Praktek Ekonomi pada Masa Daulah Umayyah



MAKALAH SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

“Praktek Ekonomi pada Masa Daulah Umayyah”


oleh

Nama:   Medika Yunita
Prodi :   Perbankan Syariah
      


 



KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah yang telah membimbing manusia dengan petunjuk – petunjuk Nya sebagaimana yang terkandung dalam al – qur’an dan sunnah, petunjung menuju ke jalan yang lurus dan jalan yang di ridhai Nya. Demikian juga kami , bersyukur kepada Nya yang telah memudah kan penulisan makalah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam tentang Praktek Ekonomi pada Masa Daulah Umayyah.
Shalawat seta salam semoga senantiasa dihanturkan kepada junjungan Nabi Muhammad, para sahabat, keluarga dan pengikutnya sampai di hari kiamat, terutama mereka yang memelihara otentisitas sunnah, baik dengan cara penghapalan, periwayatan, penulisan, pengodifikasian, pengajian, pengamalan dan penerbitan.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini, dengan segala keterbatasan, tidak lepas dari kekurangan, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir kekurangan – kekurangan tersebut. Oleh karena itu, sangat di harapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.. akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

                                                                                                                                                Bengkulu, April 2015
                                                                                                             Penulis


                                                                                                            Kelompok IV

i




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A.    Latar Belakang                                                                                    1
B.     Rumusan Masalah............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
A.    Perekonomian Pada Masa Kekhalifahan Daulah Umayyah.............. 4
B.     Pemikiran Ekonomi Masa Bani Umayyah......................................... 7
BAB III PENUTUP................................................................................... 15
A.    Kesimpulan....................................................................................... 15
B.     Saran................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 16









ii






BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kajian ekonomi Islam sebagai studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada tahun 1970-an, tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad Saw yang kemudian dilanjutkan pada masa kepemimpinan kulafaur Rasyidin. Saat itulah Islam mulai memberi pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah melakukan perluasan wilayah keluar daerah Arab. Setelah masa Kulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah.
Berdasarkan catatan sejarah, Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat saat kepemimpinan bani Umayyah dan Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam memberi pengaruh yang besar ke pada dunia saat itu. Para sejarawan menyebut saat itu dengan “The Golden Age”. Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang peradaban, ilmu pengetahuan, politik dan pemerintahan, sains dan teknolgi Termasuk di bidang Ekonomi.
Berangkat dari uraian tersebut di atas, yang menyatakan bahwa pada masa Umayyah dan Abbasiyah mengalami kemajuan di beberapa bidang peradaban, maka di makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa daulah Umayyah dan Abbasiyah yang menitik beratkan pada pemikiran-pemikiran ekonominya.
B.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
Bagaimana Praktek dan Pemikiran Ekonomi pada masa Daulah Umayyah ?




BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah berdirinya Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliyah.  Bani Umayyah baru masuk agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya terhadap kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah. Memasuki tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat Islam, puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh Ibnu Muljam. Setelah khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Iraq mengangkat Al-Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Mu’awiyah sebagi gubernur propinsi Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai Khalifah.[1]
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin Abi Sofyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahannya kepada Mu’awiyyah bin abi sofyan. Mu'awiyah sebagai pendiri dinasti Umayyah adalah putra Abu Sofyan, seorang pemuka Quraisy yang menjadi musuh Nabi Muhammad saw. Mu'awiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi penaklukan kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi dan Nabi berkenan menikahi saudaranya yang perempuan yang bernama Umi Habibah. Karier politik Mu'awiyah mulai meningkat pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn Abu Sofyan pada peperangan Yarmuk, Mu'awiyah diangkat menjadi kepala di sebuah kota di Syria. Karena keberhasilan kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia diangkat menjadi gubernur Syria oleh khalifah Umar. Mu'awiyah selama menjabat sebagai gubernur Syria, giat melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai perbatasan wilayah kekuasaan Bizantine. Pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Abu Thalib, Mu'awiyah terlibat konflik dengan khalifah Ali untuk mempertahankan kedudukannya sebagai gubernur Syria.Sejak saat itu Mu'awiyah mulai berambisi untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti Umayyah. Setelah menurunkan Hasan Ibn Ali, Mu'awiyah menjadi penguasa seluruh imperium Islam, dan menaklukan Afrika Utara merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa kekuasaannya.[2]
Daulat Bani Umayyah yang berdiri sejak tahun 660 Masehi sampai dengan tahun 750 Masehi (lebih kurang 90 tahun) yang dipimpin 14 orang Khalifah dan 5 orang diantaranya merupakan Khalifah yang memiliki kelebihan tersendiri.
Daulah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang khalifah. Namun diantara khalifah-khalifah tersebut, yang paling menonjol adalah : Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik.
Masa kepemimpinan Bani Umayyah berakhir pada tahun 132 H. Ini terjadi setelah Marwan bin Muhammad mengalami kekalahan dalam Perang Zab, melawan pasukan yang dipimpin Abu Abbas as-Saffah dari Bani Abbasiyah. Sejak saat itu kekhilafahan beralih ke Bani Abbasiyah.
A.      Perekonomian Pada Masa Kekhalifahan Daulah Umayyah
Pada masa pra-Islam, uang Romawi dan Persia digunakan di Hijaz, di samping beberapa uang perak Himyar yang bergambar burung hantu Attic. Umar, Muawiyah, dan para khalifah terdahulu lainya merasa cukup dengan mata uang asing yang beredar, dan mungkin pada beberapa kasus, terdapat kutipan ayat Al Quran tetentu pada koin-koin itu. Sejumlah uang emas dan perak pernah dicetak sebelumnya pada masa Abd Al Malik, tetapi cetakan itu hanyalah tiruan dari mata uang Bizantium dan Persia. Pada tahun 695, Abd Al Malik mencetak dinar emas dan dirham perak yang murni hasil karya orang Arab.[3]
Di samping membuat uang Islam, dan melakukan arabisasi administrasi kerajaan, Abd Al Malik juga mengembangkan sistem layanan pos, dengan menggunakan kuda antara Damaskus dan ibukota provinsi lainya. Layanan itu dirancang, terutama untuk memenuhi kebutuhan transportasi para pejabat pemerintahan dan persoalan surat-menyurat mereka. Semua kepala pos bertugas untuk mencatat dan mengirimkan kepada khalifah semua peristiwa penting yang terjadi di wilayah mereka masing-masing.
Dalam kaitanya dengan perubahan mata uang, kita perlu memperhatikan pembaruan sistem keuangan dan administrasi yang terjadi pada masa ini. Pada dasarnya, tidak ada seorang muslim pun, dari bangsa mana pun, yang dibebani membayar pajak, selain zakat ataupun santunan untuk orang miskin, meskipun pada praktikya, hak-hak istimewa sering diberikan kepada segelintir orang Islam-Arab. Bersadarkan teori itu, banyak orang yang baru masuk Islam, terutama dari Irak dan Khursan, mulai meninggalkan desa tempat mereka berkerja sebagai petani, dan pergi ke kota-kota, dengan harapan bisa bergabung menjadi prajurit mawali. Fenomena ini akhirnya menyebabkan kerugian ganda bagi perbendaharaan kerajaan. Hal tersebut karena setelah masuk Islam, pendapatan pajak sangat berkurang, dan setelah menjadi prajurit, mereka berhak mendapatkan subsidi. Al Hajj kemudian membuat kebijakan penting untuk mengembalikan orang-orang ke ladang-ladang mereka, dan kembali mewajibkan mereka membayar pajak tanah dan pajak kepala. Ia bahkan mengharuskan orang-orang Arab yang menguasai tanah di wilayah wajib pajak untuk membayar pajak tanah.[4]
Setelah Daulah Umayyah berhasil menguasai wilayah yang cukup luas maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian. Perkembangan perdagangan itu telah mendorong meningkatnya kemakmuran bagi Daulah Umawiyah Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:
Ø  Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sektor pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
Ø  Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraf tangan telah menjadi nadi pertumbuhan  ekonomi bagi Umayyah.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Beberapa tradisi dan praktek yang di lakukan oleh Bani Umayyah pada masa daulah al-Islam, yaitu:[5]
Ø  Ketika diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid.
Ø  Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
Ø  Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
Ø  Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Ø  Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa,
Ø  Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
Ø  Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah.
B.       Pemikiran Ekonomi Masa Daulah Umayyah
Dari perspektif Sejarah Peradaban Islam, pemerintahan Bani Umayyah disebut sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam. Meskipun masa pemerintahannya tidak cukup satu abad (90-91 tahun), tetapi berbagai kemajuan yang dicapai selama pemerintahan ini dapat dikatakan sangat luar biasa termasuk ke dalamnya adalah kesuksesan dalam perluasan wilayah pemerintahan Islam dan jumlah penduduk yang masuk Agama Islam. Sebaliknya, disamping dicap sebagai pemerintahan yang membidani lahirnya pemerintahan monarchie heredetis (kerajaan turun temurun) juga seperti disebut oleh Dr. Muhammad Quthb, bahwa pada masa kekhalifahan Umayyah telah terjadi kemunduran Islam, sehingga pada saat berakhirnya masa pemerintahaan ini muncul anggapan bahwa Islam akan hilang dari permukaan bumi.
Dibandingkan dengan bidang-bidang keilmuan lain, sumbangan pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu monumental, karena pada zaman pemerintahan ini, pemikiran-pemikiran ekonomi lahir bukan berasal dari ekonom murni intelektual muslim, tetapi berasal dari hasil interpretasi kalangan ilmuan lintas-disiplin yang berlatar belakang fiqh, Tasawuf, filsafat, sosiologi, dan politik. Namun demikian, terdapat beberapa sumbangan pemikiran mereka terhadap kemajuan ekonomi Islam, di antaranya adalah perbaikan terhadap konsep pelaksanaan transaksi salam, murabaha, dan muzara’ah, serta kehadiran Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Hasyim secara eksklusif membahas tentang kebijaksanaan ekonomi, dipandang sebagai sumbangan pemikiran-pemikiran ekonomi yang cukup berharga.
Perbaikan sistem politik negara pada masa Bani Umayyah dilakukan dengan pembentukan lembaga-lembaga pemerintahan.hal itu banyak membawa pengaruh positif bagi kehidupan masyarakat terutama dengan dibentuknya Lembaga Keuangan Negara (Nizam Mal), yang tugasnya adalah sbb :
1.      Mengatur gaji tentara dan pegawai negara
2.      Mengatur biaya tata usaha negara
3.      Megatur biaya pembangunan sarana pertanian, seperti penggalian terusan dan perbaikan sarana irigasi
4.      Mengatur biaya untuk orang-orang hukuman dan tawanan perang
5.      Mengatur biaya untuk perlengkapan perang
6.      Mengatur hadiah untuk ulama dan satrawan negara
Dengan adanya lembaga keuangan tersebut pemerintah mempu membangun panti untuk orang jompo, dan anak yatim. Selain itu dibangun sarana-sarana umum, seperti masjid, jalan, dan saluran air.
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya diantara lain :
         ·            Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sektor pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
         ·            Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraf tangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa pokok fikiran Khalifah, fuqoha dan ulama pada masa kekhalifahan Bani Umayyah yang dapat di identikasi:[6]
a.       Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
Sumbangan Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
Ø  Mampu membangun sebuah masyarakat muslim yang tertata rapi,
Ø  Oleh para sejarawan, beliau disebut sebagai orang Islam pertama yang membangun kantor catatan negara dan layanan pos (al-barid)
Ø  Membangun Pasukan Suriah menjadi kekuatan militer Islam yang terorganisir dan disiplin tinggi
Ø  Mencetak mata uang, mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan administrasi politik.
Ø  Mengembangkan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan professional.
Ø  Menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara
b.      Khalifah Abdul Malik bin Marwan
Ø  Mengembangkan pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat Islam, sebagai bentuk upaya penolakan atas permintaan pihak Romawi agar Khalifah Abdul Malik bin Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirahmanirrahim dari mata uang yang berlaku pada saat itu. Dan selanjutnya, pada tahun 74 H/659 M beliau mencetak mata uang Islam tersendiri yang mencantumkan kalimat Bismillahirahmanirrahim dan mendistribusikan keseluruh wilayah Islam serta melarang pemakaian mata uang lain
Ø  Menjatuhkan hukuman ta’zir kepada mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan Negara.
Ø  Melakukan berbagai pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
c.       Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Ø  Ketika diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid.
Ø  Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
Ø  Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
Ø  Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Ø  Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa,
Ø  Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
Ø  Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah.
Ø  Dalam bidang pertanian Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan semaksimal mungkin lahan yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah menerapkan prinsip keadilan dan kemurahan hati. Ia melarang memungut sewa terhadap tanah yang tidak subur dan jika tanah itu subur, pengambilan sewa harus memperhatikan tingkat kesejahteraan hidup petani yang bersangkutan.
Ø  Menerapkan kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi kepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan pajaknya tidak memadai. Dan juga memberlakukan sistim subsidi antar wilayah, dari yang surplus ke yang pendapatannya kurang.
Ø  Dalam menerapkan Negara yang adil dan makmur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadikan jaminan social sebagai landasan pokok. Khalifah juga membuka jalur perdagangan bebas, baik didarat maupun dilaut, sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Pemerintah menghapus bea masuk dan menyediakan berbagai bahan kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang terjangkau.
Ø  Pada masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan Negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.
Ø  Yang paling menonjol pada masa ini adalah, kembalinya syariat Islam dengan semua ketinggian dan kesempurnaannya untuk mewarnai seluruh aspek kehidupan.
Selain pemikiran berasal dari para khalifah seperti tersebut di atas, pada masa Daulah Bani Umayyah banyak juga dijumpai pemikir-pemikir ekonomi yang berasal dari kalangan ulama, fuqaha dan filsuf, di antaranya adalah:[7]
a.       Zaid bin Ali (80-120/699-738)
Zaid bin Ali adalah cucu dari Imam Hussein, merupakan ahli fiqih terkenal di Madinah. Pemikiran dan pandangan Zaid seperti yang dikemukakan Abu Zahra adalah membolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai dengan alasan sebagai berikut:
1)      Penjualan secara kredit dengan harga lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah satu bentuk transaksi yang sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut dilandasi oleh prinsip saling ridha antar kedua belah pihak
2)      Pada umunya, keuntungan yang diperoleh para pedagang dari penjualan seecara kredit merupakan murni bagian dari sebuah perniagaan dan tidak termasuk riba.
3)      Penjualan secara kredit merupakan salah satu bentuk promosi sekaligus respon terhadap permintaan pasar. Dengan demikian, bentuk penjualan seperti ini bukan suatu tindakan di luar kebutuhan.
4)      Keuntungan yang diperoleh dari penjualan kredit merupakan suatu bentuk kompensasi atas kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu barang tanpa harus membayar secara tunai.
5)      Harga penjualan kredit, tidak semata merta mengindikasikan bahwa harga yang lebih tinggi selalu berkaitan dengan waktu. Harga jual kredit dapat pula ditetapkan lebih rendah dari harga beli, dengan tujuan untuk menghabis persediaan barang dan memperoleh uang tunai karena khawatir harga pasar akan jatuh di masa datang.
b.      Abu Hanifa (80-150/699-767)
Abu Hanifa dikenal sebagai seorang fuqoha dan seorang pedagang di pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian- Kufa. Sumbangan beliau dalam masalah ekonomi adalah sebagai berikut:
1)      Memberi koreksi dan penyempurnaan terhadap aqad transaksi Salam yang popular pada masa itu. Salam adalah kontrak penjualan suatu barang dalam hal mana harga atas barang dibayar tunai pada saat kontrak (aqad) sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari. Abu Hanifa menemukan banyak sekali kekaburan di sekitar kontrak Salam tersebut, yang dapat mengarah pada perselisihan. Untuk menghindari perselisihan tersebut, Abu Hanifa memasukkan ke dalam aqad tersebut apa-apa yang harus diketahui dan dinyatakan secara jelas. Misalnya, tentang jenis komoditi, mutu, dan kuantitas serta tangggal dan tempat pengiriman barang. Di dalam aqad juga mesti dimasukkan persyaratan bahwa komoditas yang diperjual belikan harus tersedia di pasar selama periode antara tanggal aqad dan tanggal penyerahan barang, sehingga kedua belah pihak sama-sama mengetahui bahwa penyerahan barang dapat dilaksanakan sesuai aqad.
2)      Abu Hanifa, sebagai seorang pedagang, Abu Hanifa memberikan sumbangan tentang aturan-aturan yang menjamin pelaksanaan permainan yang adil dalam transaksi murabaha dan transaksi lain yang sejenis. Memberi sumbangan tentang pelaksanaan praktek dagang lain yang berlandaskan norma-norma Islam.
3)      Mempunyai perhatian terhadap kaum yang lemah, pemberlakuan zakat atas perhiasan dan membebaskan pemilik harta yang dililit hutang yang tidak sanggup menebusnya dari kewajiban membayar zakat.
4)      Tidak membolehkan pembagian hasil panen (muzaraah) dalam kasus tanah yang tidak menghasilkan guna melindungi penggarap yang umumnya adalah orang lemah.
c.       Al Awza‘i (88-157/707-774)
Abdul Rahman Al Awza’i berasal dari Beirut, yang hidup sejaman dengan Abu Hanifa. Beliau juga pendiri sekolah hukum walaupun tidak bertahan lama
1)      Awza’i cenderung membenarkan kebebasan dalam kontrak dan memfasilitasi orang-orang dalam transaksi mereka.
2)      Memberlakukan sistem bagi-hasil pertanian (muzaraah) karena system ini di butuhkan seperti halnya dia membolehkan bagi hasil keuntungan (Mudharabah). Dalam hal ini, modal di pinjamkan boleh dalam bentuk tunai atau natura yang ditolak oleh beberapa ahli hukum lainnya.
3)      Menggunakan pendekatan yang lebih fleksibel dalam kontrak Salam .
d.      Imam Malik bin Anas (93 – 197H / 712 -795M)
Hidup semasa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah yang dimulai pada masa pemerintahaan. Beliau berhasil menerbitkan Kitab al-Muwatta, sebuah kitab hadist bergaya fiqh atau kita fiqh bergaya Hadist. Pokok-pokok fikiran Imam Malik bin Anas tentang ekonomi adalah sebagai berikut:
1)      Bahwa, Penguasa mempunyai tanggungjawab untuk mensejahterakan rakyat, memenuhi kebutuhan rakyat sepertihalnya yang juga dilakukan oleh Umar Bin Khatab.
2)      Menerapkan prinsip/azas al-Maslahah, al-Mursalah. Al-Maslahah dapat diartikan sebagai azas manfaat (benefit), kegunaan (utility), yakni sesuatu yang memberi manfaat baik kepada individu maupun kepada masyarakat banyak . Sedangkan prinsip al-Maslahah dapat diartikan sebagai prinsip kebebasan, tidak terbatas, atau tidak terikat. Dengan pendekatan kedua azas ini, Imam Malik bin Anas, mengakui, bahwa pemerintah Islam memiliki hak untuk memungut pajak, bila diperlukan melebihi dari jumlah yang ditetapkan secara khusu dalam syari’ah.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan sebelumya, dapat diambil kesimpulan bahwa masa pemerintahan Bani Umayyah memberikan sumbangsih terhadap pemikiran ekonomi islam yakni perbaikan terhadap konsep pelaksanaan transaksi salam, murabaha, dan muzara’ah, serta kehadiran Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Hasyim , sementara Sejak zaman Abbasiyah, walaupun masih di lakukan secara perorangan perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu serta hingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dan mata uang lainnya serta kemajuan di bidang perdagangan dan industri.
B.       Kritik dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami selaku penyusun masih banyak kekurangan dalam pengetahuan makalah ini. Maka disini kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terima kasih.




DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Boedi. 2010. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka
Hitti, Philip K. 2013. History of the Arab: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
Amalia, Euis. 2010. Tradisi dan Praktek Ekonomi Masa Daulah Umawiyah. Depok: Gramata Publishing
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah.html, Sabtu 05  november 2012
http://sejarahagamaislamdidunia.blogspot.com


                [1] http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/sejarah-dinasti-umayyah.html, Rabu, 01 Mei 2013
                [2] http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah.html, Sabtu 05  november 2012
[3]Philip K. Hitti, History of the Arab: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta , 2013) h. 271
                [4]Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) h. 125.
                [5]http://www.plusnetwork.com/?sp=chv&q=tradisi%20dan%20praktek%20pada%20masa%20ummayah
[6]Euis Amalia, Tradisi dan Praktek Ekonomi Masa Daulah Umawiyah, ( Depok: Gramata Publishing, 2010), h. 101-104
[7]http://sejarahagamaislamdidunia.blogspot.com