MAKALAH SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
“Praktek Ekonomi pada Masa Daulah Umayyah”
oleh
Nama: Medika
Yunita
Prodi : Perbankan Syariah
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah yang telah membimbing
manusia dengan petunjuk – petunjuk Nya sebagaimana yang terkandung dalam al –
qur’an dan sunnah, petunjung menuju ke jalan yang lurus dan jalan yang di
ridhai Nya. Demikian juga kami , bersyukur kepada Nya yang telah memudah kan
penulisan makalah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam tentang Praktek Ekonomi pada
Masa Daulah Umayyah.
Shalawat seta salam semoga senantiasa dihanturkan kepada junjungan
Nabi Muhammad, para sahabat, keluarga dan pengikutnya sampai di hari kiamat,
terutama mereka yang memelihara otentisitas sunnah, baik dengan cara
penghapalan, periwayatan, penulisan, pengodifikasian, pengajian, pengamalan dan
penerbitan.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini, dengan segala keterbatasan,
tidak lepas dari kekurangan, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
meminimalisir kekurangan – kekurangan tersebut. Oleh karena itu, sangat di
harapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.. akhirnya
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bengkulu,
April 2015
Penulis
Kelompok
IV
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................. 2
A.
Perekonomian Pada Masa Kekhalifahan Daulah Umayyah.............. 4
B.
Pemikiran Ekonomi Masa Bani
Umayyah......................................... 7
BAB
III PENUTUP................................................................................... 15
A.
Kesimpulan....................................................................................... 15
B.
Saran................................................................................................. 15
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................ 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kajian ekonomi Islam sebagai studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada
tahun 1970-an, tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam diturunkan
melalui Nabi Muhammad Saw yang kemudian dilanjutkan pada masa kepemimpinan
kulafaur Rasyidin. Saat itulah Islam
mulai memberi pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah melakukan
perluasan wilayah keluar daerah Arab. Setelah masa Kulafaur Rasyidin muncullah
daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah.
Berdasarkan catatan sejarah, Islam
mengalami kemajuan yang sangat pesat saat kepemimpinan bani Umayyah dan
Abbasiyah. Sehigga peradaban Islam memberi pengaruh yang besar ke pada dunia
saat itu. Para sejarawan menyebut saat itu dengan “The Golden Age”.
Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang peradaban, ilmu
pengetahuan, politik dan pemerintahan, sains dan teknolgi Termasuk di bidang
Ekonomi.
Berangkat dari uraian
tersebut di atas, yang menyatakan bahwa pada masa Umayyah dan Abbasiyah
mengalami kemajuan di beberapa bidang peradaban, maka di makalah ini akan
disajikan sedikit tentang masa daulah Umayyah dan Abbasiyah yang menitik
beratkan pada pemikiran-pemikiran ekonominya.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah pada makalah ini adalah:
Bagaimana
Praktek dan Pemikiran Ekonomi pada masa Daulah Umayyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah berdirinya Daulah Umayyah berasal dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi
Syams Ibn ‘Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada
zaman jahiliyah. Bani Umayyah baru masuk
agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain memasukinya, yaitu
ketika Nabi Muhammad berserta beribu-ribu pengikutnya yang benar-benar percaya
terhadap kerasulan dan kepemimpinan yang menyerbu masuk ke dalam kota Makkah.
Memasuki tahun ke 40 H/660 M, banyak sekali pertikaian politik dikalangan ummat
Islam, puncaknya adalah ketika terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib oleh
Ibnu Muljam. Setelah khalifah terbunuh, kaum muslimin diwilayah Iraq mengangkat
Al-Hasan putra tertua Ali sebagai khalifah yang sah. Sementara itu Mu’awiyah
sebagi gubernur propinsi Suriah (Damaskus) juga menobatkan dirinya sebagai
Khalifah.[1]
Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin Abi Sofyan
bertambah kuat, maka Hasan bin Ali menyerahkan pemerintahannya kepada
Mu’awiyyah bin abi sofyan. Mu'awiyah sebagai pendiri dinasti Umayyah adalah
putra Abu Sofyan, seorang pemuka Quraisy yang menjadi musuh Nabi Muhammad saw.
Mu'awiyah dan keluarga keturunan Bani Umayyah memeluk Islam pada saat terjadi
penaklukan kota Makkah. Nabi pernah mengangkatnya sebagai sekretaris pribadi
dan Nabi berkenan menikahi saudaranya yang perempuan yang bernama Umi Habibah.
Karier politik Mu'awiyah mulai meningkat pada masa pemerintahan Umar Ibn
Khattab. Setelah kematian Yazid Ibn Abu Sofyan pada peperangan Yarmuk,
Mu'awiyah diangkat menjadi kepala di sebuah kota di Syria. Karena keberhasilan
kepemimpinannya, tidak lama kemudian dia diangkat menjadi gubernur Syria oleh
khalifah Umar. Mu'awiyah selama menjabat sebagai gubernur Syria, giat
melancarkan perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai perbatasan wilayah
kekuasaan Bizantine. Pada masa pemerintahan khalifah Ali Ibn Abu Thalib,
Mu'awiyah terlibat konflik dengan khalifah Ali untuk mempertahankan
kedudukannya sebagai gubernur Syria.Sejak saat itu Mu'awiyah mulai berambisi
untuk menjadi khalifah dengan mendirikan dinasti Umayyah. Setelah menurunkan
Hasan Ibn Ali, Mu'awiyah menjadi penguasa seluruh imperium Islam, dan
menaklukan Afrika Utara merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa
kekuasaannya.[2]
Daulat Bani Umayyah yang berdiri sejak tahun 660 Masehi sampai dengan tahun
750 Masehi (lebih kurang 90 tahun) yang dipimpin 14 orang Khalifah dan 5 orang
diantaranya merupakan Khalifah yang memiliki kelebihan tersendiri.
Daulah
Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, telah diperintah oleh 14 orang
khalifah. Namun diantara khalifah-khalifah tersebut, yang paling menonjol adalah :
Muawiyah bin Abi Sufyan, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar
bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Malik.
Masa kepemimpinan Bani
Umayyah berakhir pada tahun 132 H. Ini terjadi setelah Marwan bin Muhammad
mengalami kekalahan dalam Perang Zab, melawan pasukan yang dipimpin Abu Abbas
as-Saffah dari Bani Abbasiyah. Sejak saat itu kekhilafahan beralih ke Bani
Abbasiyah.
A. Perekonomian Pada Masa Kekhalifahan Daulah Umayyah
Pada masa pra-Islam, uang Romawi dan Persia digunakan di
Hijaz, di samping beberapa uang perak Himyar yang bergambar burung hantu Attic.
Umar, Muawiyah, dan para khalifah terdahulu lainya merasa cukup dengan mata
uang asing yang beredar, dan mungkin pada beberapa kasus, terdapat kutipan ayat
Al Quran tetentu pada koin-koin itu. Sejumlah uang emas dan perak pernah
dicetak sebelumnya pada masa Abd Al Malik, tetapi cetakan itu hanyalah tiruan
dari mata uang Bizantium dan Persia. Pada tahun 695, Abd Al Malik mencetak dinar
emas dan dirham perak yang murni hasil karya orang Arab.[3]
Di samping membuat uang Islam, dan melakukan arabisasi
administrasi kerajaan, Abd Al
Malik juga mengembangkan sistem layanan pos, dengan menggunakan kuda antara
Damaskus dan ibukota provinsi lainya. Layanan itu dirancang, terutama untuk
memenuhi kebutuhan transportasi para pejabat pemerintahan dan persoalan
surat-menyurat mereka. Semua kepala pos bertugas untuk mencatat dan mengirimkan
kepada khalifah semua peristiwa penting yang terjadi di wilayah mereka
masing-masing.
Dalam kaitanya dengan perubahan mata uang, kita perlu
memperhatikan pembaruan sistem keuangan dan administrasi yang terjadi pada masa
ini. Pada dasarnya, tidak ada seorang muslim pun, dari bangsa mana pun, yang
dibebani membayar pajak, selain zakat ataupun santunan untuk orang miskin,
meskipun pada praktikya, hak-hak istimewa sering diberikan kepada segelintir
orang Islam-Arab. Bersadarkan teori itu, banyak orang yang baru masuk Islam,
terutama dari Irak dan Khursan, mulai meninggalkan desa tempat mereka berkerja
sebagai petani, dan pergi ke kota-kota, dengan harapan bisa bergabung menjadi prajurit
mawali. Fenomena ini akhirnya menyebabkan kerugian ganda bagi perbendaharaan
kerajaan. Hal tersebut karena setelah masuk Islam, pendapatan pajak sangat berkurang,
dan setelah menjadi prajurit, mereka berhak mendapatkan subsidi. Al Hajj
kemudian membuat kebijakan penting untuk mengembalikan orang-orang ke ladang-ladang
mereka, dan kembali mewajibkan mereka membayar pajak tanah dan pajak kepala. Ia
bahkan mengharuskan orang-orang Arab yang menguasai tanah di wilayah wajib
pajak untuk membayar pajak tanah.[4]
Setelah Daulah Umayyah berhasil
menguasai wilayah yang cukup luas maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan
yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik,
obat-obatan dan wewangian. Perkembangan perdagangan itu telah mendorong
meningkatnya kemakmuran bagi Daulah Umawiyah Bidang-bidang ekonomi yang
terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada
rakyatnya yaitu:
Ø
Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan
terhadap pembangunan sektor pertanian, beliau telah memperkenalkan sistem
pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
Ø
Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraf tangan
telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi
bagi Umayyah.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk
berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya
rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw
dan masa pemerintahan tersebut.
Beberapa tradisi dan praktek yang di lakukan oleh Bani
Umayyah pada masa daulah al-Islam, yaitu:[5]
Ø
Ketika diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat
dan mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan
keluarganya yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti;
tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes,
Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid.
Ø
Selama berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun
dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
Ø
Memprioritaskan pembangunan dalam negeri. Menurutnya,
memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih
baik daripada menambah perluasan wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga
hubungan baik dengan pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah
kepada penganut agama lain.
Ø
Dalam melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin
Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat
secara keseluruhan.
Ø
Menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban
pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan
kerja paksa,
Ø
Memperbaiki tanah pertanian, menggali sumur-sumur,
pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat penginapan musafir, dan
menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf
hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi yang mau menerima
zakat.
Ø
Menetapkan gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang
pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan
kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani,
dan tuan tanah.
B. Pemikiran Ekonomi Masa Daulah Umayyah
Dari perspektif Sejarah Peradaban Islam,
pemerintahan Bani Umayyah disebut sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan
pemerintahan Islam. Meskipun masa pemerintahannya tidak cukup satu abad (90-91
tahun), tetapi berbagai kemajuan yang dicapai selama pemerintahan ini dapat
dikatakan sangat luar biasa termasuk ke dalamnya adalah kesuksesan dalam
perluasan wilayah pemerintahan Islam dan jumlah penduduk yang masuk Agama
Islam. Sebaliknya, disamping dicap sebagai pemerintahan yang membidani lahirnya
pemerintahan monarchie heredetis (kerajaan turun temurun) juga seperti disebut
oleh Dr. Muhammad Quthb, bahwa pada masa kekhalifahan Umayyah telah terjadi
kemunduran Islam, sehingga pada saat berakhirnya masa pemerintahaan ini muncul
anggapan bahwa Islam akan hilang dari permukaan bumi.
Dibandingkan dengan bidang-bidang
keilmuan lain, sumbangan pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah di bidang
ekonomi memang tidak begitu monumental, karena pada zaman pemerintahan ini,
pemikiran-pemikiran ekonomi lahir bukan berasal dari ekonom murni intelektual
muslim, tetapi berasal dari hasil interpretasi kalangan ilmuan lintas-disiplin
yang berlatar belakang fiqh, Tasawuf, filsafat, sosiologi, dan politik. Namun
demikian, terdapat beberapa sumbangan pemikiran mereka terhadap kemajuan
ekonomi Islam, di antaranya adalah perbaikan terhadap konsep pelaksanaan
transaksi salam, murabaha, dan muzara’ah, serta kehadiran Kitab al Kharaj yang
ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Hasyim secara
eksklusif membahas tentang kebijaksanaan ekonomi, dipandang sebagai sumbangan
pemikiran-pemikiran ekonomi yang cukup berharga.
Perbaikan sistem politik negara pada
masa Bani Umayyah dilakukan dengan pembentukan lembaga-lembaga pemerintahan.hal
itu banyak membawa pengaruh positif bagi kehidupan masyarakat terutama dengan
dibentuknya Lembaga Keuangan Negara (Nizam Mal), yang tugasnya adalah sbb :
1. Mengatur
gaji tentara dan pegawai negara
2. Mengatur
biaya tata usaha negara
3. Megatur
biaya pembangunan sarana pertanian, seperti penggalian terusan dan perbaikan
sarana irigasi
4. Mengatur
biaya untuk orang-orang hukuman dan tawanan perang
5. Mengatur
biaya untuk perlengkapan perang
6. Mengatur
hadiah untuk ulama dan satrawan negara
Dengan adanya lembaga keuangan
tersebut pemerintah mempu membangun panti untuk orang jompo, dan anak yatim.
Selain itu dibangun sarana-sarana umum, seperti masjid, jalan, dan saluran air.
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat
pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya
diantara lain :
·
Dalam bidang pertanian Umayyah telah
memberi tumpuan terhadap pembangunan sektor pertanian, beliau telah
memperkenalkan sistem pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
·
Dalam bidang industri pembuatan
khususnya kraf tangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah,
kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama
sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad)
antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Berikut ini adalah beberapa pokok
fikiran Khalifah, fuqoha dan ulama pada masa kekhalifahan Bani Umayyah yang
dapat di identikasi:[6]
a. Khalifah
Muawiyah bin Abu Sofyan
Sumbangan Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan
Ø Mampu
membangun sebuah masyarakat muslim yang tertata rapi,
Ø Oleh
para sejarawan, beliau disebut sebagai orang Islam pertama yang membangun
kantor catatan negara dan layanan pos (al-barid)
Ø Membangun
Pasukan Suriah menjadi kekuatan militer Islam yang terorganisir dan disiplin
tinggi
Ø Mencetak
mata uang, mengembangkan birokrasi seperti fungsi pengumpulan pajak dan
administrasi politik.
Ø Mengembangkan
jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan professional.
Ø Menerapkan
kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara
b. Khalifah
Abdul Malik bin Marwan
Ø Mengembangkan
pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat
Islam, sebagai bentuk upaya penolakan atas permintaan pihak Romawi agar
Khalifah Abdul Malik bin Marwan menghapuskan kalimat Bismillahirahmanirrahim
dari mata uang yang berlaku pada saat itu. Dan selanjutnya, pada tahun 74 H/659
M beliau mencetak mata uang Islam tersendiri yang mencantumkan kalimat
Bismillahirahmanirrahim dan mendistribusikan keseluruh wilayah Islam serta
melarang pemakaian mata uang lain
Ø Menjatuhkan
hukuman ta’zir kepada mereka yang mencetak mata uang di luar percetakan Negara.
Ø Melakukan
berbagai pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
c. Khalifah
Umar bin Abdul Aziz
Ø Ketika
diangkat menjadi Khalifah, Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan
mengumumkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya
yang diperoleh secara tidak wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah
perkebunan di Maroko, berbagai tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al
Wars, Yaman dan Fadak, hingga cincin berlian pemberian Al Walid.
Ø Selama
berkuasa beliau juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk
pendapatan Fai yang telah menjadi haknya.
Ø Memprioritaskan
pembangunan dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan
kesejahteraan negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan
wilayah. Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi
dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
Ø Dalam
melakukan berbagai kebijakannya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat
melindungi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Ø Menghapus
pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat
aturan takaran dan timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa,
Ø Memperbaiki
tanah pertanian, menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan
tempat-tempat penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai
kebijakan ini berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan
hingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat.
Ø Menetapkan
gaji pejabat sebesar 300 dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja
sampingan. Selain itu pajak yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku
kepada tiga profesi, yaitu pedagang, petani, dan tuan tanah.
Ø Dalam
bidang pertanian Khalifah Umar bin Abdul Aziz melarang penjualan tanah garapan
agar tidak ada penguasaan lahan. Ia memerintahkan amirnya untuk memanfaatkan
semaksimal mungkin lahan yang ada. Dalam menetapkan sewa tanah, khalifah
menerapkan prinsip keadilan dan kemurahan hati. Ia melarang memungut sewa
terhadap tanah yang tidak subur dan jika tanah itu subur, pengambilan sewa
harus memperhatikan tingkat kesejahteraan hidup petani yang bersangkutan.
Ø Menerapkan
kebijakan otonomi daerah. Setiap wilayah Islam mempunyai wewenang untuk
mengelola zakat dan pajak secara sendiri-sendiri dan tidak mengharuskan
menyerahkan upeti kepada pemerintah pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan
memberikan bantuan subsidi kepada wilayah Islam yang pendapatan zakat dan
pajaknya tidak memadai. Dan juga memberlakukan sistim subsidi antar wilayah,
dari yang surplus ke yang pendapatannya kurang.
Ø Dalam
menerapkan Negara yang adil dan makmur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjadikan
jaminan social sebagai landasan pokok. Khalifah juga membuka jalur perdagangan
bebas, baik didarat maupun dilaut, sebagai upaya peningkatan taraf kehidupan
masyarakat. Pemerintah menghapus bea masuk dan menyediakan berbagai bahan
kebutuhan sebanyak mungkin dengan harga yang terjangkau.
Ø Pada
masa-masa pemerintahannya, sumber-sumber pemasukan Negara berasal dari zakat,
hasil rampasan perang, pajak penghasilan pertanian, dan hasil pemberian
lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas.
Ø Yang
paling menonjol pada masa ini adalah, kembalinya syariat Islam dengan semua
ketinggian dan kesempurnaannya untuk mewarnai seluruh aspek kehidupan.
Selain pemikiran berasal dari para
khalifah seperti tersebut di atas, pada masa Daulah Bani Umayyah banyak juga
dijumpai pemikir-pemikir ekonomi yang berasal dari kalangan ulama, fuqaha dan
filsuf, di antaranya adalah:[7]
a. Zaid
bin Ali (80-120/699-738)
Zaid
bin Ali adalah cucu dari Imam Hussein, merupakan ahli fiqih terkenal di
Madinah. Pemikiran dan pandangan Zaid seperti yang dikemukakan Abu Zahra adalah
membolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih
tinggi dari harga tunai dengan alasan sebagai berikut:
1) Penjualan
secara kredit dengan harga lebih tinggi daripada harga tunai merupakan salah
satu bentuk transaksi yang sah dan dapat dibenarkan selama transaksi tersebut
dilandasi oleh prinsip saling ridha antar kedua belah pihak
2) Pada
umunya, keuntungan yang diperoleh para pedagang dari penjualan seecara kredit
merupakan murni bagian dari sebuah perniagaan dan tidak termasuk riba.
3) Penjualan
secara kredit merupakan salah satu bentuk promosi sekaligus respon terhadap
permintaan pasar. Dengan demikian, bentuk penjualan seperti ini bukan suatu
tindakan di luar kebutuhan.
4) Keuntungan
yang diperoleh dari penjualan kredit merupakan suatu bentuk kompensasi atas
kemudahan yang diperoleh seseorang dalam membeli suatu barang tanpa harus
membayar secara tunai.
5) Harga
penjualan kredit, tidak semata merta mengindikasikan bahwa harga yang lebih
tinggi selalu berkaitan dengan waktu. Harga jual kredit dapat pula ditetapkan
lebih rendah dari harga beli, dengan tujuan untuk menghabis persediaan barang
dan memperoleh uang tunai karena khawatir harga pasar akan jatuh di masa
datang.
b. Abu
Hanifa (80-150/699-767)
Abu
Hanifa dikenal sebagai seorang fuqoha dan seorang pedagang di pusat aktivitas
perdagangan dan perekonomian- Kufa. Sumbangan beliau dalam masalah ekonomi
adalah sebagai berikut:
1) Memberi
koreksi dan penyempurnaan terhadap aqad transaksi Salam yang popular pada masa
itu. Salam adalah kontrak penjualan suatu barang dalam hal mana harga atas
barang dibayar tunai pada saat kontrak (aqad) sedangkan barangnya diserahkan
dikemudian hari. Abu Hanifa menemukan banyak sekali kekaburan di sekitar kontrak
Salam tersebut, yang dapat mengarah pada perselisihan. Untuk menghindari
perselisihan tersebut, Abu Hanifa memasukkan ke dalam aqad tersebut apa-apa
yang harus diketahui dan dinyatakan secara jelas. Misalnya, tentang jenis
komoditi, mutu, dan kuantitas serta tangggal dan tempat pengiriman barang. Di
dalam aqad juga mesti dimasukkan persyaratan bahwa komoditas yang diperjual
belikan harus tersedia di pasar selama periode antara tanggal aqad dan tanggal
penyerahan barang, sehingga kedua belah pihak sama-sama mengetahui bahwa
penyerahan barang dapat dilaksanakan sesuai aqad.
2) Abu
Hanifa, sebagai seorang pedagang, Abu Hanifa memberikan sumbangan tentang
aturan-aturan yang menjamin pelaksanaan permainan yang adil dalam transaksi
murabaha dan transaksi lain yang sejenis. Memberi sumbangan tentang pelaksanaan
praktek dagang lain yang berlandaskan norma-norma Islam.
3) Mempunyai
perhatian terhadap kaum yang lemah, pemberlakuan zakat atas perhiasan dan
membebaskan pemilik harta yang dililit hutang yang tidak sanggup menebusnya
dari kewajiban membayar zakat.
4) Tidak
membolehkan pembagian hasil panen (muzaraah) dalam kasus tanah yang tidak
menghasilkan guna melindungi penggarap yang umumnya adalah orang lemah.
c. Al
Awza‘i (88-157/707-774)
Abdul
Rahman Al Awza’i berasal dari Beirut, yang hidup sejaman dengan Abu Hanifa.
Beliau juga pendiri sekolah hukum walaupun tidak bertahan lama
1) Awza’i
cenderung membenarkan kebebasan dalam kontrak dan memfasilitasi orang-orang
dalam transaksi mereka.
2) Memberlakukan
sistem bagi-hasil pertanian (muzaraah) karena system ini di butuhkan seperti
halnya dia membolehkan bagi hasil keuntungan (Mudharabah). Dalam hal ini, modal
di pinjamkan boleh dalam bentuk tunai atau natura yang ditolak oleh beberapa
ahli hukum lainnya.
3) Menggunakan
pendekatan yang lebih fleksibel dalam kontrak Salam .
d. Imam
Malik bin Anas (93 – 197H / 712 -795M)
Hidup
semasa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah yang dimulai pada masa pemerintahaan.
Beliau berhasil menerbitkan Kitab al-Muwatta, sebuah kitab hadist bergaya fiqh
atau kita fiqh bergaya Hadist. Pokok-pokok fikiran Imam Malik bin Anas tentang
ekonomi adalah sebagai berikut:
1) Bahwa,
Penguasa mempunyai tanggungjawab untuk mensejahterakan rakyat, memenuhi
kebutuhan rakyat sepertihalnya yang juga dilakukan oleh Umar Bin Khatab.
2) Menerapkan
prinsip/azas al-Maslahah, al-Mursalah. Al-Maslahah dapat diartikan sebagai azas
manfaat (benefit), kegunaan (utility), yakni sesuatu yang memberi manfaat baik
kepada individu maupun kepada masyarakat banyak . Sedangkan prinsip al-Maslahah
dapat diartikan sebagai prinsip kebebasan, tidak terbatas, atau tidak terikat.
Dengan pendekatan kedua azas ini, Imam Malik bin Anas, mengakui, bahwa
pemerintah Islam memiliki hak untuk memungut pajak, bila diperlukan melebihi
dari jumlah yang ditetapkan secara khusu dalam syari’ah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan sebelumya, dapat diambil kesimpulan
bahwa masa pemerintahan
Bani Umayyah memberikan sumbangsih terhadap pemikiran ekonomi islam yakni perbaikan terhadap konsep
pelaksanaan transaksi salam, murabaha, dan muzara’ah, serta kehadiran Kitab al
Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan khalifah
Hasyim , sementara Sejak zaman
Abbasiyah, walaupun masih di lakukan secara perorangan perbankan mulai berkembang
pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu serta hingga perlu
keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dan mata uang lainnya
serta kemajuan di bidang perdagangan dan industri.
B.
Kritik dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami
selaku penyusun masih banyak kekurangan dalam pengetahuan makalah ini. Maka
disini kami sebagai penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan
terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Boedi. 2010. Peradaban Pemikiran Ekonomi
Islam. Bandung:
Pustaka
Hitti, Philip
K. 2013. History of the Arab: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif
Tentang Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta
Amalia, Euis. 2010. Tradisi dan Praktek Ekonomi
Masa Daulah Umawiyah. Depok: Gramata
Publishing
http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Umayyah.html, Sabtu 05
november 2012
http://sejarahagamaislamdidunia.blogspot.com
[1] http://sejarahperadabanislam77.blogspot.com/2013/05/sejarah-dinasti-umayyah.html,
Rabu, 01 Mei 2013
[3]Philip K. Hitti, History of the Arab: Rujukan Induk dan
Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta , 2013) h. 271
[6]Euis Amalia, Tradisi dan Praktek Ekonomi Masa Daulah
Umawiyah, ( Depok: Gramata Publishing, 2010), h. 101-104
[7]http://sejarahagamaislamdidunia.blogspot.com