Jumat, 15 April 2016

makalah etika bisnis islam

MAKALAH ETIKA BISNIS ISLAM
Bisnis Islam

Kelompok I
Berry Porliwan
Medika Yunita
Yogi Firdaus

       Dosen Pembimbing
Yunida Een fryanti, M.Si



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI PERBANKAN SYARI’AH
TAHUN 2015/2016







KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr.Wb.
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadirat Allah  Yang Maha Pemurah,  karena berkat kemurahanNya makalah sederhana ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini membahas Bisnis Islam.
Makalah ini dibuat dalam rangka memahamkan pembaca akan makna dari perbedaan, dan diharapkan makalah ini dapat menambahkan semangat persatuan bangsa, dan memberikan pemahaman akan indahnya hidup di dalam berbagai perbedaan yang ada.
Dan pada akhirnya kami meminta maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyampaian materi, yang pada hakikatnya memeng kesalahan itu pasti diperbuat oleh manusia, sekalipun manusia tersuci sepanjang masa Rasulullah SAW. Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat. Aamiin ya Rabbal’alamin.
           
Wassalamualaikum wr.wb.
                                                                                                                                   
                                                                                                                                   




                                                                                           Bengkulu, 7 oktober 2015

                       
                                                                                                             Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                     i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.    Latar Belakang                                                                                    1
B.     Rumusan Masalah............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A.    Pengertian bisnis                                                                                 2
B.     Konsep bisnis dalam al – qur’an........................................................ 5
C.     Orientasi bisnis islam                                                                          9
D.    perbedaan bisnis islam dan konvensional........................................ 13
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 21
A.    KESIMPULAN  .............................................................................. 21
B.     SARAN                                                                                             21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 22









BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

            Bisnis dalam kehidupan ini merupakan kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mereka. Sekarang ini bisnis banyak dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar, tidak ada kejujuran dalam menjalani kegiatan tersebut. Banyak kecurangan yang tejadi dalam dunia bisnis dan bagian-bagian yang berkaitan dengan bisnis tersebut. Contohnya, para pengusaha-pengusaha menjual produknya dengan tipuan-tipuan iklan agar menarik pembeli, tetapi itu merupakan sebuah penipuan. Dan bukan di dunia bisnisnya saja, akan tetapi kegiatan-kegiatan yang berkaitan atau tergantung oleh bisnis, seperti para pengusaha tidak bayar pajak, tetapi dia membayar pada orang-orang dalam kantor perpajakan itu agar tidak membayar pajak.
            Oleh karena itu dalam makalah ini kita akan membahasa bisnis menurut cara pandang islam, berbisnis seperti yang diajarkan rosulullah SAW, berbisnis dengan kejujuran , dan keadilan di dalamnya.[1]

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari bisnis ?
2.      Apa konsep bisnis dalam Al – Qur’an ?
3.      Apa orientasi bisnis dalam Islam ?
4.      Apa perbedaan bisnis islam dan konvensional ?




BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Bisnis

Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.[2] Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai ”the buying and selling of goods and services”. Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis taka lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.[3]
Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).[4]
Pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki.



B.       Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalam segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah-istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual beli, untung rugi dan sebagainya.[5][5] Dalam konteks ini Al-Qur’an menjanjikan;
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa mereka dan sebagai imbalannya mereka memperoleh syurga. Siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu. Itulah kemenangan yang besar.”[6]
Islam memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Maksudnya adalah Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt. melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki.
Ada beberapa terma dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya adalah kata al Tijarah, al-bai’u,  tadayantum dan  isytara.[7]
Terma tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. Dalam pengertian ini jual beli diperlihatkan dalam konteks sebagai aspek bisnis yakni sebagai media mencari penghidupan.[8]
Terma Isytara, kata isytara disebut dalam Al-Qur’an sebanyak dua puluh lima kali. Isytara dalam surah at-Taubah (9: 111) digunakan dalam pengertian membeli yaitu dalam konteks Allah membeli diri dan harta orang-orang mukmin. Dengan demikian, terma Isytara mengandung makna transaksi antara manusia dengan Allah atau transaksi sesama manusia yang dilakukan karena dan untuk Allah juga transaksi dengan tujuan keuntungan manusia walaupun dengan menjual ayat-ayat Allah.[9]
Terma ini pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan sesame manusia tetapi juga dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, kebohongan, hanya karena memperoleh keuntungan. Dalam konteks inilah Al-Qur’an menawarkan keuntungan dengan suatu bursa yang tidak pernah mengenal kerugian.[10]
Dalam menguraikan konsep bisnis dalam al-Qur’an, Ahmad membaginya ke dalam tiga pokok bahasan yaitu bisnis yang menguntungkan, bisnis yang merugi, dan pemeliharaan prestasi, hadiah, dan hukuman.[11]
a.       Bisnis yang Menguntungkan
Dalam pandangan Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan itu mengandung tiga elemen dasar yakni mengetahui investasi yang paling baik, membuat keputusan yang logis, sehat dan masuk akal, dan mengikuti perilaku yang baik. Menurut Al-Qur’an, tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan untuk mencari keridhaan Allah karena hal ini merupakan puncak dari seluruh kebaikan, tanpa kecuali dalam masalah bisnis. Cara untuk mencapai ridha itu adalah dengan mempergunakannya dalam hal-hal yang baik disertai dengan niat yang ikhlas karena Allah. Bisnis yang baik menurut Ahmad adalah meringankan, melonggarkan dan tidak menguber para pengutang yang benar-benar tidak mampu mengembalikan secara tertulis. Perilaku seorang kreditor yang demikian dianggap sebagai sesuatu perdagangan yang sangat menguntungkan.[12]
1)      Investasi yang Paling Baik
Menurut Al-Qur’an, tujuan dari semua aktifitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtigha-i mardhatillah (mencari keridhaan Allah), karena hal ini merupakan pangkal dari seluruh kebaikan. Dengan demikian maka investasi dan kekayaan milik seseorang itu dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan penekanannya. Dalam ungkapan lain, investasi terbaik itu adalah  jika ia ditujukan untuk menggapai ridha Allah. Karena kekayaan Allah itu tanpa batas dan tidak akan habis, maka merupakan pilihan terbaik untuk mencari dan memperoleh keuntungan yang Allah janjikan dengan mengambil kesempatan-kesempatan yang ada. Di dalam Al-Qur’an, kasih sayang Allah digambarkan sebagai sesuatu yang lebih baik dari segala kenikmatan yang ada di dunia. Jika mardhatillah menempati prioritas paling puncak, tentu saja investasi untuk mencapai itu menjadi investasi terbaik dari segala jenis investasi.[13]
2)      Keputusan yang Logis, Sehat dan Masuk Akal
Agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis tersebut didasarkan atas keputusan yang tepat, logis, bijak dan hati-hati. Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan bukan hanya yang dapat dinikmati di dunia, tetapi juga dapat dinikmati di akhirat dengan keuntungan yang jauh lebih besar. Karena kenikmatan dunia itu tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Kebersihan jiwalah, bukan banyaknya harta, yang akan membuat manusia sukses di alam akhirat. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an selalu menasihati manusia agar selalu mencari dan mengarahkan apa yang di lakukan untuk mendapat pahala di akhirat, bahkan pada saat dia melakukan hal-hal yang bersifat duniawi sekalipun.
3)      Mengikuti Perilaku yang Baik atau Terpuji
Dalam Al-Qur’an, perilaku yang terpuji sangat dihargai dan dinilai sebagai investasi yang sangat menguntungkan, karena hal ini akan mendatangkan kedamaian di dunia juga keselamatan di akhirat. Indikator perilaku seseorang itu telah dipaparkan dalam Al-Qur’an, dimana setiap orang beriman akan selalu meniru dan mengikuti jejak langkah Rasulullah dalam menjalani kehidupanya di dunia.
Diantara perilaku terpuji yang direkomendasi Al-Qur’an agar memperoleh bisnis yang menguntungkan adalah dengan mencari karunia secara sungguh-sungguh, serta mengharap ampunan-Nya. Jalan untuk mendapat ampunan-Nya adalah dengan memberi maaf pada sesama manusia; karena disamping akan mendapat ampunan, ia juga akan memperoleh ganjaran yang besar dari Allah. Menepati janji dan kesepakatan juga merupakan indikator perilaku terpuji, disamping membayar zakat dengan sempurna.
Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan duniawi yang berjangka pendek dan untuk kepentingan sesaat, tetapi keuntungan yang bisa dinikmati di akhirat yang kekal dan abadi. Oleh karena itu agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis itu didasarkan atas keputusan yang sehat, bijaksana dan hati-hati.
Selain itu Al-Qur’an memerintahkan pada orang-orang yang beriman untuk menjaga amanah dan menjaga janjinya, memerintahkan mereka untuk adil dan moderat dalam perilaku mereka terhadap Allah, begitu juga terhadap sesama manusia. Sebagai jaminan bahwa pelaku bisnis berperilaku yang benar, Ahmad menegaskan bahwa seorang pelaku harus selalu ingat terhadap Allah, terhadap ibadah ritualnya dan kewajibannya membayar zakat, sampai pada saat aktivitas yang demikian sibuk dan cepat sekalipun. Dia harus menghentikan sejenak aktivitas bisnisnya saat datang panggilan untuk shalat jum’at dan kembali melakukannya setelah usai.[14]
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan sembahyang pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah swt dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka bumi; dan carilah karunia Allah swt dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”[15]
Ayat ini memberi pengertian agar berbisnis (mencari kelebihan karunia Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam pengertian tidak mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu keuntungan yang dijanjikan Allah. Oleh karena itu, walaupun mendorong melakukan kerja keras termasuk dalam berbisnis, Al-Qur’an  menggarisbawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar bagi dorongan bisnis adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah.[16][16]
Dengan demikian menurut Ahmad, perilaku bisnis yang benar adalah yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan implementasinya tidak saja baik terhadap sesama manusia, tetapi juga harus selalu dekat terhadap Allah swt.[17]
b.      Bisnis yang Merugi
Bisnis ini merupakan kebalikan dari bisnis yang pertama karena kekurangan ataupun ketiadaan elemen-elemen dari bisnis yang menguntungkan menurut Al-Qur’an. Seluruh tindakan serta transaksi yang memungkinkan untuk mendatangkan keuntungan akhirnya berbalik menjadi bisnis yang merugikan. Kerugian ini diasumsikan sebagai yang merusakkan proporsi perbendaharaan akhirat yang abadi diperdagangkan dengan kenikmatan dunia fana dan terbatas.

1)      Investasi yang Tidak Baik
Menurut Al-Qur’an, diantara investasi yang dapat mengakibatkan pelakunya mengalami kerugian, bahkan kehilangan modalnya sehingga terancam bangkrut total, adalah: menukar akhirat dengan dunia; menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah demi mendapat keuntungan dunia yang kecil; menjual ideologi dan idealisme demi pragmatisme dan hedonisme tanpa peduli lagi dengan pahala akhirat; terobsesi dan mengabdi pada dunia sehingga lalai dalam pengabdian pada Allah; dan puncaknya adalah mengorbankan modalnya yang paling berharga yaitu kehidupan itu sendiri, untuk sesuatu yang sia-sia.
2)      Keputusan yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal
Tidak ada suatu kenaifan dalam kehidupan ini yang lebih besar dari sebuah keputusan yang diambil dengan cara-cara yang tidak tepat, tidak logis dan tidak rasional. Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak tepat dan tidak logis serta tidak masuk akal dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian besar dan penyesalan yang panjang.
Diantara contoh pengambilan keputusan yang tidak tepat adalah: lebih mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat; bergelimang dengan hal-hal yang khabits (kotor) karena ingin cepat kaya; menggadaikan iman demi harta dan kekuasaan; terobsesi kemegahan dunia dan menyepelekan nilai-nilai kebenaran dan hidayah; mencari pelindung selain Allah; menjalankan bisnis yang menjauhkan dirinya dari jalan lurus yang telah ditunjukkan Allah; lebih memprioritaskan bisnis entertainment daripada bisnis yang mengedukasi akal dan spiritual; dan terlalu disibukkan dengan harta dan jabatan daripada mengingat Allah dan Hari Akhir.
3)      Perilaku yang Tidak Baik atau Tidak Terpuji
Perilaku apapun yang Allah larang akan menjerumuskan pelakunya dalam kerugian yang nyata. Al-Qur’an menyebutkan perilaku-perilaku yang tak terpuji itu bersamaan dengan konsekuensinya yang akan merugikan dirinya di dunia maupun diakhirat. Perilaku yang tidak terpuji menurut Al-Qur’an diantaranya: tidak mengimani dan menolak petunjuk Allah dalam Al-Qur’an; menyembunyikan ayat-ayat Allah atau menjualnya dengan harga murah; menyakiti perasaan orang lain dengan menyebut-nyebut sedekah atau kebaikannya kepada orang tersebut; kikir dan merasa diri kaya raya; membelanjakan harta tidak sesuai dengan tuntunan Allah; menjadi pengkhianat; terlibat dalam perjudian dan minuman keras; melakukan perbuatan keji dan tidak terhormat; mengkhianati amanah dan kepercayaan; membangkang dan menolak perintah Allah; tidak menghargai nilai-nilai moral yang diajarkan Al-Qur’an dalam berhubungan dengan manusia; merusak kesepakatan dan perjanjian; tidak tahu berterima kasih; melakukan perbuatan dosa; melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum; melakukan praktek prostitusi; bersikap arogan dan sombong; melakukan kebohongan publik dan sumpah palsu; memanipulasi pembayaran zakat; dan berlaku curang dalam ukuran dan timbangan.
Selanjutnya, Ahmad menegaskan bahwa keputusan yang tidak sehat dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian yang besar. Keputusan yang tidak sehat pada akhirnya akan melahirkan perilaku jahat yang sangat dikutuk oleh Al-Qur’an. Mengkhianati amanah dan kepercayaan, mengurangi ukuran dan timbangan adalah diantara sekian banyak contoh bisnis yang merugi dalam Al-Qur’an.[18]
c.       Pemeliharaan Prestasi, Hadiah dan Hukuman
Didalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa segala perbuatan (action) manusia tidak bisa lepas dari sorotan dan rekaman Allah swt. Justru karena itu bagi siapapun yang melakukan prestasi yang positif akan mendapat reward (pahala), sebaliknya prestasi negatif ia pantas mendapat hukuman yang setimpal. Justru karena itu kepada manusia diingatkan empat hal yang sangat penting dalam mengerjakan aktivitasnya di dunia.
1)      Bahwasanya tidak ada kemungkinan untuk lari dari pengadilan di akhirat nanti;
2)      Bahwasanya pengadilan yang akan dilakukan itu akan berjalan dengan sangat fair dan adil;
3)      Bahwasanya pengadilan itu akan didasarkan pada bukti dan fakta yang tidak mungkin untuk dibantah;
4)      Bahwasanya manusia akan diganjar dan disiksa sesuai dengan amalnya di dunia.
Sudah pasti empat hal tersebut merangkung aktivitas kehidupan, tanpa kecuali aktivitas bisnis. Para pelaku bisnis sangat penting untuk menyadari bahwa praktik bisnisnya tidaklah berarti bebas nilai. Jika sekiranya menurut perasaannya, tindakan bisnis yang selama ini mereka lakukan merugikan tidak diketahui oleh konsumen, atau bahkan yang menguntungkan tidak mendapat pujian, semua itu kelak akan mendapat balasan di akhirat. Dengan peringatan (warning) semacam itu bukan tidak mungkin para pelaku bisnis akan menanamkan bisnisnya secara halal dan sah melalui keputusan yang tepat yang diimbangi dengan perilaku yang dibenarkan secara syar’i.[19]

C.    Orientasi Bisnis Dalam Islam

            Bisnis dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan. :
            Target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, artinya bahwa bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
            Benefit, yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulian menjadi suatu kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimah
ruhiyah berarti aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
            Pertumbuhan, jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan harus berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini juga harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
            Keberlangsungan, target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap tahunnya harus dijaga keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun waktu yang lama.
            Keberkahan, semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai tujuan inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia. Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.[20]
D.  Perbedaan antara bisnis Islam dan Konvensional
ISLAMI
KARAKTER BISNIS
KONVENSIONAL
Aqidah islam (nilai-nilai transcendental)
ASAS
Sekularisme (Nilai-nilai material)
Dunia-Akhirat
MOTIVASI
Dunia
Profit dan benefit (non materi/qimah), Pertumbuhan, Keberlangsungan, Keberkahan
ORIENTASI


Profit, Pertumbuhan, Keberlangsungan
Tinggi, Bisnis adalah bagian dari ibadah
ETOS KERJA
Tinggi, Bisnis adalah kebutuhan duniawi
Maju & produktif, Konsekuensi Keimanan & manifestasi kemusliman
SIKAP MENTAL
Maju & Produktif sekaligus konsumtif Konsekuensi aktualisasi diri
Cakap & ahli di bidangnya, Konsekuensi dari kewajiban seorang muslim
KEAHLIAN
Cakap & ahli di bidangnya, Konsekuensi dari motivasi reward & punishment
Terpercaya & bertanggung jawab, Tujuan tidak menghalalkan cara
AMANAH
Tergantung kemauan individu (pemilik capital), Tujuan menghalalkan cara
Halal
MODAL
Halal dan haram
Sesuai dengan akad kerjanya
SDM
Sesuai dengan akad kerjanya atau sesuai keinginan pemilik modal
Halal
SUMBER DAYA
Halal dan Haram
Visi dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia
MANAJEMEN STRATEGIK
Visi dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material belaka
Jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran, mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah
MANAJEMEN OPERASI
Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran, mengedepankan produktivitas dalam koridor manfaat
Jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran keuangan
MANAJEMEN KEUANGAN
Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran keuangan
Pemasaran dalam koridor jaminan halal
MANAJEMEN PEMASARAN
Pemasaran menghalalkan cara
SDM profesional & berkepribadian islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan & ALLAH SWT
MANAJEMEN SDM
SDM professional, SDM adalah factor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri dan majikan








BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

            Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.
Dalam al-Qur’an, bisnis disebut sebagai aktivitas manusia yang bersifat material juga immaterial yang sekaligus dalamnya terdapat nilai-nilai etika bisnis.
            Dasar – dasar hukum bisnis dalam Islam terdapat di Al-Qur’an antara lain: dalam surat An-Nisa’ : 29,  At-Taubah : 24, An-Nur : 37, dan lain-lain.
Konsep Dasar Bisnis Islam : Islam memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan amalan. Pedoman tersebut adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sebagai sumber ajaran Islam, setidaknya dapat menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu.
            Bisnis dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4) keberkahan       

B. Saran

Mungkin hanya ini yang dapat kami sampaikan dalam pembahasan materi Jabariyah dan Qadariyah.Jikalau pembaca mempunyai pertanyaanyang ingin di tanyakan maka InsyaAllah kami akan menjawabnya agar para pembaca lebih mampu memahami isi materi yang kami sampaikan.Jika kami belum bisa menjawabnya,maka kami mohon maaf.Sesungguhnya kesempurnaan hanya lah milik Allah SAW.


DAFTAR PUSTAKA


Buku
Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi Implementatif, Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomin UII, 2004.
Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.
Muhammad.2004.Etika Bisnis Islami.Yogyakarta:UPP AMP YKPN
Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004.
Muhammad Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, Malang: UIN-Malang, 2007.

Internet
http://icancina.blogspot.com/2012/03/bisnis-dalam-islam-i-pendahuluan-iman.html, diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul 20:00 WIB.
http://habaget.com/makalah-etika-bisnis-dalam-ekonomi-islam/, diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul 21:30 WIB.
Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika -bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


















 




[1]http://icancina.blogspot.com/2012/03/bisnis-dalam-islam-i-pendahuluan-iman.html, diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul 20:00 WIB.
[2]Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan SubstansiImplementatif, (Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomin UII, 2004), h. 46.
[3]Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 15.
[4]Ibid., h.18.
[5]Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), h. 7.
[6]QS. At-Taubah (9): 111
[7]Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika -bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, op.cit.
[8]Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, op.cit., h. 50.
[9] Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,op.cit., h. 53.
[10]Ibid., h. 54.
[11]Muhammad Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, (Malang: UIN-Malang, 2007), h. 142.
[12]Ibid,. 143.
[14]Ibid., h. 144.
[15]QS. Al-Jumu’ah (62): 9-10.
[16]Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, op.cit., h. 46.
[17]Ibid., h. 145.
[18]Ibid., h. 146.
[19][ Ibid., h. 147.
[20]Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, h. 18-20.