Bisnis Islam
Kelompok I
Berry Porliwan
Medika Yunita
Yogi Firdaus
Dosen Pembimbing
Yunida Een fryanti, M.Si
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI
PERBANKAN SYARI’AH
TAHUN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb.
Rasa
syukur yang dalam saya sampaikan ke hadirat Allah Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah sederhana
ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini membahas “Bisnis Islam”.
Makalah
ini dibuat dalam rangka memahamkan pembaca akan makna dari perbedaan, dan
diharapkan makalah ini dapat menambahkan semangat persatuan bangsa, dan
memberikan pemahaman akan indahnya hidup di dalam berbagai perbedaan yang ada.
Dan
pada akhirnya kami meminta maaf yang sebesar-besarnya bila terdapat
kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyampaian materi, yang pada hakikatnya
memeng kesalahan itu pasti diperbuat oleh manusia, sekalipun manusia tersuci
sepanjang masa Rasulullah SAW. Demikian makalah ini kami buat semoga
bermanfaat. Aamiin ya Rabbal’alamin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A. Pengertian bisnis 2
B. Konsep bisnis
dalam al – qur’an........................................................ 5
C. Orientasi
bisnis islam 9
D. perbedaan bisnis islam dan konvensional........................................ 13
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 21
A. KESIMPULAN .............................................................................. 21
B. SARAN 21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bisnis dalam kehidupan ini merupakan
kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mereka.
Sekarang ini bisnis banyak dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar, tidak
ada kejujuran dalam menjalani kegiatan tersebut. Banyak kecurangan yang tejadi
dalam dunia bisnis dan bagian-bagian yang berkaitan dengan bisnis tersebut.
Contohnya, para pengusaha-pengusaha menjual produknya dengan tipuan-tipuan
iklan agar menarik pembeli, tetapi itu merupakan sebuah penipuan. Dan bukan di
dunia bisnisnya saja, akan tetapi kegiatan-kegiatan yang berkaitan atau
tergantung oleh bisnis, seperti para pengusaha tidak bayar pajak, tetapi dia
membayar pada orang-orang dalam kantor perpajakan itu agar tidak membayar
pajak.
Oleh karena itu dalam makalah ini
kita akan membahasa bisnis menurut cara pandang islam, berbisnis seperti yang
diajarkan rosulullah SAW, berbisnis dengan kejujuran , dan keadilan di
dalamnya.[1]
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari bisnis ?
2.
Apa konsep bisnis dalam Al – Qur’an ?
3.
Apa orientasi bisnis dalam Islam ?
4.
Apa perbedaan bisnis islam dan konvensional ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bisnis
Secara umum bisnis diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan
atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan
hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.[2] Skinner
mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis
memiliki makna dasar sebagai ”the buying and selling of goods and
services”. Adapun dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis taka lain
adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan
barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh
profit.[3]
Adapun dalam Islam bisnis
dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya
yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa)
termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan
hartanya (ada aturan halal dan haram).[4]
Pengertian di atas dapat
dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki
tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang
memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia
berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki.
B.
Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an
dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya
dalam segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah-istilah yang
dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual beli, untung rugi dan sebagainya.[5][5] Dalam konteks ini Al-Qur’an menjanjikan;
“Sesungguhnya
Allah membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa mereka dan sebagai
imbalannya mereka memperoleh syurga. Siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu.
Itulah kemenangan yang besar.”[6]
Islam
memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi
jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan
haram). Maksudnya
adalah Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk
bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia
memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah,
Allah swt. melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan untuk mencari rizki.
Ada
beberapa terma dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya
adalah kata al Tijarah, al-bai’u,
tadayantum dan isytara.[7]
Terma
tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan,
yang bermakna berdagang, berniaga. Dalam pengertian ini jual beli diperlihatkan
dalam konteks sebagai aspek bisnis yakni sebagai media mencari penghidupan.[8]
Terma
Isytara, kata isytara disebut dalam Al-Qur’an sebanyak dua puluh lima
kali. Isytara dalam surah at-Taubah (9: 111) digunakan dalam pengertian membeli
yaitu dalam konteks Allah membeli diri dan harta orang-orang mukmin. Dengan
demikian, terma Isytara mengandung makna transaksi antara manusia dengan
Allah atau transaksi sesama manusia yang dilakukan karena dan untuk Allah juga
transaksi dengan tujuan keuntungan manusia walaupun dengan menjual ayat-ayat
Allah.[9]
Terma
ini pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan
mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus
immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial
dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan sesame manusia tetapi juga
dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan
perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan,
kebohongan, hanya karena memperoleh keuntungan. Dalam konteks inilah Al-Qur’an
menawarkan keuntungan dengan suatu bursa yang tidak pernah mengenal kerugian.[10]
Dalam menguraikan konsep bisnis dalam al-Qur’an, Ahmad
membaginya ke dalam tiga pokok bahasan yaitu bisnis yang menguntungkan, bisnis
yang merugi, dan pemeliharaan prestasi, hadiah, dan hukuman.[11]
a. Bisnis yang Menguntungkan
Dalam pandangan Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan
itu mengandung tiga elemen dasar yakni mengetahui investasi yang paling baik,
membuat keputusan yang logis, sehat dan masuk akal, dan mengikuti perilaku yang
baik. Menurut Al-Qur’an, tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya
diniatkan untuk mencari keridhaan Allah karena hal ini merupakan puncak dari
seluruh kebaikan, tanpa kecuali dalam masalah bisnis. Cara untuk mencapai ridha
itu adalah dengan mempergunakannya dalam hal-hal yang baik disertai dengan niat
yang ikhlas karena Allah. Bisnis yang baik menurut Ahmad adalah meringankan,
melonggarkan dan tidak menguber para pengutang yang benar-benar tidak mampu
mengembalikan secara tertulis. Perilaku seorang kreditor yang demikian dianggap
sebagai sesuatu perdagangan yang sangat menguntungkan.[12]
1) Investasi yang Paling Baik
Menurut
Al-Qur’an, tujuan dari semua aktifitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtigha-i
mardhatillah (mencari keridhaan Allah), karena hal ini merupakan pangkal
dari seluruh kebaikan. Dengan demikian maka investasi dan kekayaan milik
seseorang itu dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan
penekanannya. Dalam ungkapan lain, investasi terbaik itu adalah jika ia ditujukan untuk menggapai ridha
Allah. Karena kekayaan Allah itu tanpa batas dan tidak akan habis, maka merupakan
pilihan terbaik untuk mencari dan memperoleh keuntungan yang Allah janjikan
dengan mengambil kesempatan-kesempatan yang ada. Di dalam Al-Qur’an, kasih
sayang Allah digambarkan sebagai sesuatu yang lebih baik dari segala kenikmatan
yang ada di dunia. Jika mardhatillah menempati prioritas paling puncak, tentu
saja investasi untuk mencapai itu menjadi investasi terbaik dari segala jenis
investasi.[13]
2) Keputusan
yang Logis, Sehat dan Masuk Akal
Agar
sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis tersebut
didasarkan atas keputusan yang tepat, logis, bijak dan hati-hati. Menurut
Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan bukan hanya yang dapat dinikmati di dunia,
tetapi juga dapat dinikmati di akhirat dengan keuntungan yang jauh lebih besar.
Karena kenikmatan dunia itu tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan
kenikmatan akhirat. Kebersihan jiwalah, bukan banyaknya harta, yang akan
membuat manusia sukses di alam akhirat. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an
selalu menasihati manusia agar selalu mencari dan mengarahkan apa yang di lakukan
untuk mendapat pahala di akhirat, bahkan pada saat dia melakukan hal-hal yang
bersifat duniawi sekalipun.
3) Mengikuti
Perilaku yang Baik atau Terpuji
Dalam
Al-Qur’an, perilaku yang terpuji sangat dihargai dan dinilai sebagai investasi
yang sangat menguntungkan, karena hal ini akan mendatangkan kedamaian di dunia
juga keselamatan di akhirat. Indikator perilaku seseorang itu telah dipaparkan
dalam Al-Qur’an, dimana setiap orang beriman akan selalu meniru dan mengikuti
jejak langkah Rasulullah dalam menjalani kehidupanya di dunia.
Diantara
perilaku terpuji yang direkomendasi Al-Qur’an agar memperoleh bisnis yang
menguntungkan adalah dengan mencari karunia secara sungguh-sungguh, serta
mengharap ampunan-Nya. Jalan untuk mendapat ampunan-Nya adalah dengan memberi
maaf pada sesama manusia; karena disamping akan mendapat ampunan, ia juga akan
memperoleh ganjaran yang besar dari Allah. Menepati janji dan kesepakatan juga
merupakan indikator perilaku terpuji, disamping membayar zakat dengan sempurna.
Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah
bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan duniawi yang berjangka pendek dan
untuk kepentingan sesaat, tetapi keuntungan yang bisa dinikmati di akhirat yang
kekal dan abadi. Oleh karena itu agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan
untung, hendaknya bisnis itu didasarkan atas keputusan yang sehat, bijaksana
dan hati-hati.
Selain itu Al-Qur’an memerintahkan pada orang-orang
yang beriman untuk menjaga amanah dan menjaga janjinya, memerintahkan mereka
untuk adil dan moderat dalam perilaku mereka terhadap Allah, begitu juga
terhadap sesama manusia. Sebagai jaminan bahwa pelaku bisnis berperilaku yang
benar, Ahmad menegaskan bahwa seorang pelaku harus selalu ingat terhadap Allah,
terhadap ibadah ritualnya dan kewajibannya membayar zakat, sampai pada saat
aktivitas yang demikian sibuk dan cepat sekalipun. Dia harus menghentikan
sejenak aktivitas bisnisnya saat datang panggilan untuk shalat jum’at dan
kembali melakukannya setelah usai.[14]
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk
menunaikan sembahyang pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah swt dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka
bumi; dan carilah karunia Allah swt dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.”[15]
Ayat ini memberi pengertian agar berbisnis (mencari
kelebihan karunia Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam
pengertian tidak mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu
keuntungan yang dijanjikan Allah. Oleh karena itu, walaupun mendorong melakukan
kerja keras termasuk dalam berbisnis, Al-Qur’an
menggarisbawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar bagi dorongan
bisnis adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah.[16][16]
Dengan demikian menurut Ahmad, perilaku bisnis yang
benar adalah yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan implementasinya tidak saja
baik terhadap sesama manusia, tetapi juga harus selalu dekat terhadap Allah
swt.[17]
b. Bisnis yang Merugi
Bisnis ini merupakan kebalikan dari bisnis yang
pertama karena kekurangan ataupun ketiadaan elemen-elemen dari bisnis yang
menguntungkan menurut Al-Qur’an. Seluruh tindakan serta transaksi yang
memungkinkan untuk mendatangkan keuntungan akhirnya berbalik menjadi bisnis
yang merugikan. Kerugian ini diasumsikan sebagai yang merusakkan proporsi
perbendaharaan akhirat yang abadi diperdagangkan dengan kenikmatan dunia fana
dan terbatas.
1) Investasi yang Tidak Baik
Menurut
Al-Qur’an, diantara investasi yang dapat mengakibatkan pelakunya mengalami
kerugian, bahkan kehilangan modalnya sehingga terancam bangkrut total, adalah:
menukar akhirat dengan dunia; menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah demi
mendapat keuntungan dunia yang kecil; menjual ideologi dan idealisme demi
pragmatisme dan hedonisme tanpa peduli lagi dengan pahala akhirat; terobsesi
dan mengabdi pada dunia sehingga lalai dalam pengabdian pada Allah; dan
puncaknya adalah mengorbankan modalnya yang paling berharga yaitu kehidupan itu
sendiri, untuk sesuatu yang sia-sia.
2) Keputusan
yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal
Tidak
ada suatu kenaifan dalam kehidupan ini yang lebih besar dari sebuah keputusan
yang diambil dengan cara-cara yang tidak tepat, tidak logis dan tidak rasional.
Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak tepat dan tidak
logis serta tidak masuk akal dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian besar
dan penyesalan yang panjang.
Diantara
contoh pengambilan keputusan yang tidak tepat adalah: lebih mementingkan
kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat; bergelimang dengan hal-hal yang
khabits (kotor) karena ingin cepat kaya; menggadaikan iman demi harta dan
kekuasaan; terobsesi kemegahan dunia dan menyepelekan nilai-nilai kebenaran dan
hidayah; mencari pelindung selain Allah; menjalankan bisnis yang menjauhkan
dirinya dari jalan lurus yang telah ditunjukkan Allah; lebih memprioritaskan
bisnis entertainment daripada bisnis yang mengedukasi akal dan spiritual; dan terlalu
disibukkan dengan harta dan jabatan daripada mengingat Allah dan Hari Akhir.
3) Perilaku yang Tidak Baik atau Tidak Terpuji
Perilaku
apapun yang Allah larang akan menjerumuskan pelakunya dalam kerugian yang
nyata. Al-Qur’an menyebutkan perilaku-perilaku yang tak terpuji itu bersamaan
dengan konsekuensinya yang akan merugikan dirinya di dunia maupun diakhirat.
Perilaku yang tidak terpuji menurut Al-Qur’an diantaranya: tidak mengimani dan
menolak petunjuk Allah dalam Al-Qur’an; menyembunyikan ayat-ayat Allah atau
menjualnya dengan harga murah; menyakiti perasaan orang lain dengan
menyebut-nyebut sedekah atau kebaikannya kepada orang tersebut; kikir dan
merasa diri kaya raya; membelanjakan harta tidak sesuai dengan tuntunan Allah;
menjadi pengkhianat; terlibat dalam perjudian dan minuman keras; melakukan
perbuatan keji dan tidak terhormat; mengkhianati amanah dan kepercayaan;
membangkang dan menolak perintah Allah; tidak menghargai nilai-nilai moral yang
diajarkan Al-Qur’an dalam berhubungan dengan manusia; merusak kesepakatan dan
perjanjian; tidak tahu berterima kasih; melakukan perbuatan dosa; melakukan
kejahatan dan pelanggaran hukum; melakukan praktek prostitusi; bersikap arogan
dan sombong; melakukan kebohongan publik dan sumpah palsu; memanipulasi
pembayaran zakat; dan berlaku curang dalam ukuran dan timbangan.
Selanjutnya, Ahmad menegaskan bahwa keputusan yang
tidak sehat dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian yang besar. Keputusan
yang tidak sehat pada akhirnya akan melahirkan perilaku jahat yang sangat
dikutuk oleh Al-Qur’an. Mengkhianati amanah dan kepercayaan, mengurangi ukuran
dan timbangan adalah diantara sekian banyak contoh bisnis yang merugi dalam
Al-Qur’an.[18]
c. Pemeliharaan Prestasi, Hadiah dan Hukuman
Didalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa segala perbuatan (action)
manusia tidak bisa lepas dari sorotan dan rekaman Allah swt. Justru karena itu
bagi siapapun yang melakukan prestasi yang positif akan mendapat reward
(pahala), sebaliknya prestasi negatif ia pantas mendapat hukuman yang setimpal.
Justru karena itu kepada manusia diingatkan empat hal yang sangat penting dalam
mengerjakan aktivitasnya di dunia.
1) Bahwasanya tidak ada kemungkinan untuk lari
dari pengadilan di akhirat nanti;
2) Bahwasanya pengadilan yang akan dilakukan
itu akan berjalan dengan sangat fair dan adil;
3) Bahwasanya pengadilan itu akan didasarkan
pada bukti dan fakta yang tidak mungkin untuk dibantah;
4) Bahwasanya manusia akan diganjar dan
disiksa sesuai dengan amalnya di dunia.
Sudah pasti empat hal tersebut merangkung aktivitas
kehidupan, tanpa kecuali aktivitas bisnis. Para pelaku bisnis sangat penting
untuk menyadari bahwa praktik bisnisnya tidaklah berarti bebas nilai. Jika
sekiranya menurut perasaannya, tindakan bisnis yang selama ini mereka lakukan
merugikan tidak diketahui oleh konsumen, atau bahkan yang menguntungkan tidak
mendapat pujian, semua itu kelak akan mendapat balasan di akhirat. Dengan
peringatan (warning) semacam itu bukan tidak mungkin para pelaku bisnis akan
menanamkan bisnisnya secara halal dan sah melalui keputusan yang tepat yang
diimbangi dengan perilaku yang dibenarkan secara syar’i.[19]
C.
Orientasi
Bisnis Dalam Islam
Bisnis
dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target
hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3)
keberlangsungan, (4) keberkahan. :
Target
hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, artinya
bahwa bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai
materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan
benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi
perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana
persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
Benefit,
yang dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga
dapat bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan
tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga
orientasi lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah
ruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha
memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan
sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung
pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulian menjadi suatu kemestian yang harus
muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan
yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimah
ruhiyah berarti
aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Pertumbuhan,
jika profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan harus
berupaya menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini juga
harus selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
Keberlangsungan,
target yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap tahunnya harus dijaga
keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun waktu yang
lama.
Keberkahan,
semua tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada
keberkahan di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai tujuan
inti, karena ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia.
Keberkahan ini menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim
telah mendapat ridla dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.[20]
D. Perbedaan antara bisnis Islam dan
Konvensional
ISLAMI
|
KARAKTER
BISNIS
|
KONVENSIONAL
|
Aqidah
islam (nilai-nilai transcendental)
|
ASAS
|
Sekularisme
(Nilai-nilai material)
|
Dunia-Akhirat
|
MOTIVASI
|
Dunia
|
Profit
dan benefit (non materi/qimah), Pertumbuhan, Keberlangsungan, Keberkahan
|
ORIENTASI
|
Profit,
Pertumbuhan, Keberlangsungan
|
Tinggi,
Bisnis adalah bagian dari ibadah
|
ETOS
KERJA
|
Tinggi,
Bisnis adalah kebutuhan duniawi
|
Maju
& produktif, Konsekuensi Keimanan & manifestasi kemusliman
|
SIKAP
MENTAL
|
Maju
& Produktif sekaligus konsumtif Konsekuensi aktualisasi diri
|
Cakap
& ahli di bidangnya, Konsekuensi dari kewajiban seorang muslim
|
KEAHLIAN
|
Cakap
& ahli di bidangnya, Konsekuensi dari motivasi reward & punishment
|
Terpercaya
& bertanggung jawab, Tujuan tidak menghalalkan cara
|
AMANAH
|
Tergantung
kemauan individu (pemilik capital), Tujuan menghalalkan cara
|
Halal
|
MODAL
|
Halal
dan haram
|
Sesuai
dengan akad kerjanya
|
SDM
|
Sesuai
dengan akad kerjanya atau sesuai keinginan pemilik modal
|
Halal
|
SUMBER
DAYA
|
Halal
dan Haram
|
Visi
dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia
|
MANAJEMEN
STRATEGIK
|
Visi
dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material belaka
|
Jaminan
halal bagi setiap masukan, proses & keluaran, mengedepankan produktivitas
dalam koridor syariah
|
MANAJEMEN
OPERASI
|
Tidak
ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran, mengedepankan
produktivitas dalam koridor manfaat
|
Jaminan
halal bagi setiap masukan, proses & keluaran keuangan
|
MANAJEMEN
KEUANGAN
|
Tidak
ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses & keluaran keuangan
|
Pemasaran
dalam koridor jaminan halal
|
MANAJEMEN
PEMASARAN
|
Pemasaran
menghalalkan cara
|
SDM
profesional & berkepribadian islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM
bertanggung jawab pada diri, majikan & ALLAH SWT
|
MANAJEMEN
SDM
|
SDM
professional, SDM adalah factor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri dan
majikan
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bisnis
diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh
pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan
keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan
efisien.
Dalam
al-Qur’an, bisnis disebut sebagai aktivitas manusia yang bersifat material juga
immaterial yang sekaligus dalamnya terdapat nilai-nilai etika bisnis.
Dasar – dasar hukum bisnis
dalam Islam terdapat di Al-Qur’an antara lain: dalam surat An-Nisa’ : 29, At-Taubah : 24, An-Nur : 37, dan lain-lain.
Konsep Dasar Bisnis Islam : Islam
memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan amalan. Pedoman
tersebut adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Sebagai sumber ajaran Islam,
setidaknya dapat menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang
penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu.
Bisnis
dalam Islam bertujuan unutk mencapai empat hal utama yaitu antara lain (1) target
hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3)
keberlangsungan, (4) keberkahan
B.
Saran
Mungkin hanya ini yang
dapat kami sampaikan dalam pembahasan materi Jabariyah dan Qadariyah.Jikalau
pembaca mempunyai pertanyaanyang ingin di tanyakan maka InsyaAllah kami akan
menjawabnya agar para pembaca lebih mampu memahami isi materi yang kami
sampaikan.Jika kami belum bisa menjawabnya,maka kami mohon maaf.Sesungguhnya
kesempurnaan hanya lah milik Allah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Muslich, Etika Bisnis
Islami; Landasan Filosofis, Normatif, dan Substansi Implementatif,
Yogyakarta: Ekonisia Fakultas Ekonomin UII, 2004.
Yusanto, Muhammad Ismail
dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Jakarta:
Gema Insani Press, 2002.
Muhammad.2004.Etika
Bisnis Islami.Yogyakarta:UPP AMP YKPN
Muhammad & Alimin, Etika &
Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta,
2004.
Muhammad
Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, Malang: UIN-Malang, 2007.
Internet
http://icancina.blogspot.com/2012/03/bisnis-dalam-islam-i-pendahuluan-iman.html, diakses pada hari senin
tanggal 31-03-2014 pukul 20:00 WIB.
http://habaget.com/makalah-etika-bisnis-dalam-ekonomi-islam/,
diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul 21:30 WIB.
Nanang
Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html.
[1]http://icancina.blogspot.com/2012/03/bisnis-dalam-islam-i-pendahuluan-iman.html, diakses pada hari senin tanggal 31-03-2014 pukul
20:00 WIB.
[2]Muslich, Etika Bisnis Islami; Landasan Filosofis,
Normatif, dan SubstansiImplementatif, (Yogyakarta: Ekonisia Fakultas
Ekonomin UII, 2004), h. 46.
[3]Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma,
Menggagas Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), h. 15.
[4]Ibid., h.18.
[7]Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam
Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, op.cit.
[11]Muhammad Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi,
(Malang: UIN-Malang, 2007), h. 142.
[13]http://www.eramuslim.com/peradaban/ekonomi-islam/konsep-bisnis-dalam-al-qur-an.html., diakses hari Rabu 09
Oktober 2013, pukul 17.30 wita.